Februari 17, 2012

Maafkan Aku, Tante Silva!


Pagi hari yang cerah. Embun yang membasahi dedaunan, burung yang berkicau dengan merdunya, ayam berkokok dengan nyaringnya menambah suasana semakin ramai saja. Seperti biasanya, setiap liburan aku selalu membantu ibuku memasak atau membersihkan ruang tengah. Bergegas aku menuju menghampiri ibuku yang sedang sibuk memasak. Oh iya, sebelumnya aku lupa memperkenalkan diri, perkenalkan namaku Alika Latifah Putri, atau lebih tepatnya lagi aku di sapa Alika. Saat ini, aku berusia 12 tahun uang bersekolah di SMP Tunas Harapan I. Dan tahun ini, merupakan tahun pertamaku masuk smp. Banyak sekali pengalaman yang ku dapatkan saat Mos (Masa orientasi siswa). Mandapat teman baru, mengenal sekolahku ini, membuat kerajinan dari barang bekas, dll. Pokoknya seru deh, di jamin. Aku pun berlari cepat untuk mencari ibu, semoga ibu tidak terlalu lama menungguku ya, kerana aku bercerita tentang mos kepada kalian. Sesampainya di dapur, ibu pun menyuruhku untuk menyapu teras rumah serta menyirami tanaman.
Dengan memegang sapu, aku pun langsung menjalankan tugasku. Saat itu, ayah sedang membaca koran sambil meminum teh hangat. Tak perlu waktu lama untuk meyapu teras rumah, sekitar tujuh menit kemudian teras pun langsung bersih kinclong. Ku simpan sapu di pojok tempat duduk dan aku menyalakan ledeng yang sebelumnya telah di sambungkan ke selang. Ku siram tanaman ini dengan semangat, karena aku bisa melihat tanaman yang hijau segar, karena aku ini termasuk pecinta tanaman. Di kebun, ada berbagai macam tanaman, seperti tanaman apotek hidup, gelombang cinta, bunga mawar, pohon mangga, dan tanaman bonsai. Meriahkan kebun rumahku ini? Tak heran tetanggaku banyak yang meminta tanaman apotek hidup untuk segala keperluan. Setelah meyiram tanaman, aku pun menuju dapur untuk menyatakan bahwa aku selesai menjalankan tugas. Ku percepat langkah kakiku untuk menuju dapur. Sesampainya di dapur, ibuku langsung mengajakku ke ruang makan, karena ini sudah waktunya sarapan pagi.
Hari ini, ibu memasak nasi goreng lengkap dengan telur, keju, wortel, dan mentimun. Dan juga minumannya ada teh hangat dan air putih.Aku pun mengambil piring dan mengambil jatah nasi gorengku, dan serbu… Dengan lahap, aku pun menghabiskan nasi gorengku hingga tidak ada yang tersisa, kemudian meminum segelas air putih, Alhamdulillah. Selesai makan, aku membantu ibu mencuci piring. Hihihi… sambil mencuci piring aku bermain air dan busa sabun, untungnya ibu tidak melihat ulahku ini, coba saja kalau ketahuan pasti aku sudah di marahi habis-habisan oleh ibu.
“Tifa, kamu sudah belum mencuci piringnya?” tanya ibuku.
“Sudah kok bu, memang ada apa?” tanyaku.
“Ibu dan ayah akan berbelanja kebutuhan bulanan, jaga adikmu ya” balas ibuku.
Aku pun mengangguk pelan dan kemudian mengeringkan piringnya dengan mengusapkan piring di sehelai kain. Setelah piringnya kering, aku pun menata piring di wadah piring. Ku intip adikku, adikku sedang bermain PS di ruang tengah, mungkin untuk menghilangkan kejenuhan.
            Setelah menata piring, aku pun menghampiri adikku yang sedang berkutat dengan game stick. Ku perhatikan adikku yang sedang bermain, sesekali aku menyemangari adikku sampai teria-teriak. Waktu pun berlalu, sudah sekitar tiga jam ayah dan ibu belum sampai di rumah. Aku pun mulai khawatir dengan ayah dan ibu. Adikku pun sejak tadi melirikku dan menfhentikan game-nya sebentar.
“Kakak kenapa?” tanya adikku yang bernama Arkha.
“Kakak khawatir dengan ayah dan ibu” jawabku cemas.
Dan setelah bertanya kepadaku, adikku mulai sibuk ber-game ria. Untuk menenagkan hatiku, aku pun menuju lemari es untuk mengambil air putih dingin. Saay aku akan mengambil gelas, tanpa sengaja aku memecahkannya. Prangg… bunyi pecahan kaca terdengar keras. Tiba-riba saja feeling-ku merasa tidak enak terhadap ibu, ada apa ini sebenarnya?. Arkha langsung datang menghampiriku karena kaget. Dengan berbaik hati, Arkha pun membantuku membersihkan sisa pecahan kaca gelas.
            Kemudian, setelah selesai membersihkan pecahan kaca, adikku pun berusaha menenangkanku dengan memberikan sepotong cokelat, katanya sih kalau lagi merasa tidak enak paling pas makan cokelat. Aku pun menerima cokelat dari adikku dan menyantapnya. Kriing… kriing… tiba-tiba terdengar suara telepon. Aku pun segera mengangkatnya.
“Assalamualaikum, ini dengan siapa?” tanyaku.
“Waalaikumsalam, kami dari kepolisian menyatakan bahwa Ibu Fatimah dan Bapak Yunus mengalami kecelakaan, apakah benar ini dari keluarga korban?” tanya seseorang.
“Iya, ini saya anak dari Bapak Yunus dan Ibu Fatimah. Kecelakaan pak?, sekarang orang tua saya berada di rumah sakit mana?” tanyaku penasaran.
“Saat ini orang tua adik berada di Rumah Sakit Pertiwi” jawabnya.
“Baiklah pak, saya akan langsung menyusul” jawabku.
“Terimakasih atas informasinya, assalamualaikum” ucapku.
“Waalaikumsalam” jawabnya.
Kliik… telepon pun ku tutup. Aku sempat syok saat mendengar ayah dan ibu mengalami kecelakaan, dan kini hanya ada aku dan adikku seorang.
            Tercucurlah air mataku ini, aku merasa sangat terpukul, bingung apa yang harus ku lakukan sekarang?. Aku pun mengambil tas selempangku dan mengajak adikku untuk pergi menuju Rumah Sakit Pertiwi. Adikku berkali-kali bertanya kepadaku, tetapi ku hiraukan saja, karena sekarang yang terpenting adalah menuju rumah sakit. Aku pun segera mencegat ojek yang kebetulan melintas dan menaikinya. Aku menyuruh tukang ojek itu untuk menuju Rumah Sakit Pertiwi. Brrm… motor pun berjalan kenceng layaknya kilat. Jarak dari rumahku menuju Rumah Sakit Pertiwi tidaklah terlalu jauh dari rumahku, sekitar sepuluh menit kemudian sampailah aku di depan gerbang Rumah Sakit Pertiwi. Aku pun segera berlari untuk menuju pintu masuk, dam Arkha pun menurut. Sesampainya di dalam rumah sakit, aku bertanya kepada penjaga untuk pasien Bapak Yunus dan Ibu Fatimah berada di ruangan apa. Setelah mendapatkan tempatnya, aku dan Arkha segera mencari ruangan Mawar no 1. Cukup melelahkan juga ya, menaiki tangga yang benyak sekali, tetapi itu tidak meyulutkan semangatku.
            Perjuangaku tidak sia-sia, aku berhasil menemukan ruangan Mawar no.1. Aku dan Arkha pun menunggu di tempat duduk yang di sediakan. Tak lama kemudian, datanglah seorang dokter dan menghampiriku.
“Apakah benar ini dari keluarga Bapak Yunus dan Ibu Fatimah?” tanya dokter.
“Iya dok, bagaimana dengan ayah dan ibu saya?” tanyaku.
“Ayahmu keadaannya membaik, sedangkan ibumu sedang dalam keadaan kritis. Jika ingin melihat ayah dan ibumu, silakan” ucap dokternya dan langsung pergi meninggalkanku.
Aku dan Arkha pun memasuki ruangan. Ku lihat ayah dan ibu sedang terkulai lemas. Pertama, aku menuju tempat ayahku dan setelah itu meuju ruangan ibuku.
“Ayah, bagaimana keadaan sekarang ini?” tanyaku kepada ayah sambil menangis sesenggukan.
“Dengar ya Tifa, keadaan ayah sudah membaik kok. Bagaimana keadaan ibumu sekarang?” tanya ayahku pelan.
“Yah, sekarang keadaan ibu kritis. Kita hanya dapat berdoa kepada Allah SWT” jawabku.
Makin lama, air mataku makin terkucur deras, dan Arkha pun begitu. Dan sekarang, apa yang harus ku lakukan?. Di rumah sekarang kosong, tidak ada siapa pun.
            Setelah melihat keadaan ayahku, aku dan Arkha menuju tempat ibu. Ibu masih belum sadar dan keadaannya semakin parah. Tiba-tiba saja, bunda seperti merintih kesakitan. Aku pun memanggil dokter dan suster. Dan dengan terpaksa, aku harus keluar dari ruangan tempat ibuku. Aku pun berdoa, berharap ibu lekas sembuh dan mewarnai hariku kembali. Tak lama kemudian, dokter pun datang dan menghampiri kami.
“Maaf sebelumnya, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tetapi, benturan kepala yang sangat parah terkena benda yang bukup keras. Ibumu telah kembali kepada sang khalik” ucap dokter.
Aku dan Arkha menangis sesenggukan, aku tak percaya bahwa ibu telah meninggalkanku selama-lamanya. Segera aku dan Arkha menuju ruangan ibu dan memeluk ibuku. Ibu, kenapa ibu meninggalkan Tifa, Arkha, dan Ayah secepat ini. Tifa minta maaf jika selama ini Tifa durhaka kepada ibu. Adikku Arkha, pun menuju ruangan ayah dan member tahu keadaan ibu, bahwa ibu telah meninggal dunia. Aku jadi merasa bersalah, karena di hari-hari akhir ibuku aku tidak bisa membahagiakan, kenapa ibu harus meninggalkanku?. I love you, mom…
                                                               ***
            Keadaan ayah semakin membaik dan ibuku telah di semayamkan di pemakaman yang berada di dekat rumahku. Perasaan sedih masih menyelimuti hatiku, mengingat masa-masa terindah bersama ibu. Senyumnya yang menawan dan tutur katanya yang ramah kepadaku meski aku sering bandel kepada ibu. Nafsu makanku berturun dan keadaanku semakin melemah. Ayah dan Arkha berusaha menghiburku, tetapi gagal total. Beberapa hari setelah pemakaman ibuku, ada seorang wanita cantik yang selalu menghiburku, ialah Tante Silva yang merupakan teman almarhumah ibuku. Sering kali Tante Silva memberiku cup cakes, boneka, novel, mainan, dan aksesoris. Adikku Arkha sangat dekat sekali dengan Tante Silva. Aku sering mencurahkan isi hatiku kepadaku Tante Silva tentang ibu. Dam juga sering kali Tante Silva memasakan makanan yang lezat bahkan sampai menginap di rumahku. Pokonya, aku jadi bersemangat menjalani hidupku tanpa kehadiran seorang ibu.
                                                                 ***
            Suatu hari, ayahku mengatakan akan ada kehadiran seorang ibu. Aku dan Arkha bertanya, siapakah ibuku tersebut?. Dan ayah menjawab bahwa calon ibu baruku adalah TANTE SILVA. Aku sampat terlonjak kaget, mana mungkin Tante Silva menjadi ibuku. Tidak ada yan bisa menggantikan posisi ibuku mesli ayah mengototku. Aku langsung meninggalkan ayahdan Arkha menuju kamar untuk mengurungkan diriku. Ayah pun menyusulku menuju kamar dan berusaha merayuku untuk membuka kamarku. Dan aku pun berkata.
“Tidak ada yang bisa menggantikan posisi ibu, siapapun” teriakku.
Ayahku berusaha menerangkan hal yang sebenarnya, dan aku mendiamkan ayahku. Aku pun menangis di bawah foto ibuku, ibu apakah aku harus rela bahwa akan hadir ibu baru di rumah ini?. Tidak… no way… Karena kesal ku lempar hadiah pemberian dari Tante Silva. Kenapa Tante Silva menyembunyikan masalah ini?. Tante Silva tega meilhatku menderita layaknya Buckbeak si Hippogrif Hagrid yang itu tuh ada di Harry Potter. Ayahku pun menyerah dan pergi meninggalkanku.
            Sekitar lima belas menit kemudian, datanglah Tante Silva tepat di depan pintu kamarku. Dan aku seperti mendengar suara tangisan Tante Silva, enggak mungkin Tante Silva menangis, cuma akal-akalannya?. Dan Tante Silva pun akhirnya angkat bicara.
“Tante tahu, selama ini tante telah menyembunyikan hal ini kepadamu Tifa. Tante meminta maaf kepadamu karena tante ini salah. Dan ini semua karena wasiat ibumu sebelum meninggal, dan tante pun menurut, tante sayang kamu Tifa” ucap Tante Silva.
Dan aku pun mulai memberanikan diri membuka pintu kamar. Tante Silva pun langsung memelukku dengan hangat dan tentu ku balas pelukannya juga. Ayah dan Arkha pun tersenyum bahahia.
“Maafkan Tifa tante. Tifa telah memfitnag tante tanpa melihat hal yang sebenarnya, Rifa juga sayang tante” ucapku dengan tulus.
Dan hari ini merupakan hari yang mengharukan bagiku dan Tante Silva. Aku pun merestui hubungan ayah dan Tante Silva untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Dan ini merupakan hari yang membahagiakan dalam hidupku.




            

0 komentar:

Posting Komentar

 
yeahxxx Blogger Template by LiSXXX Blogger Template