Pagi
hari yang cerah. Embun yang membasahi dedaunan, burung yang berkicau dengan
merdunya, ayam berkokok dengan nyaringnya menambah suasana semakin ramai saja.
Seperti biasanya, setiap liburan aku selalu membantu ibuku memasak atau
membersihkan ruang tengah. Bergegas aku menuju menghampiri ibuku yang sedang
sibuk memasak. Oh iya, sebelumnya aku lupa memperkenalkan diri, perkenalkan
namaku Alika Latifah Putri, atau lebih tepatnya lagi aku di sapa Alika. Saat
ini, aku berusia 12 tahun uang bersekolah di SMP Tunas Harapan I. Dan tahun
ini, merupakan tahun pertamaku masuk smp. Banyak sekali pengalaman yang ku
dapatkan saat Mos (Masa orientasi siswa). Mandapat teman baru, mengenal
sekolahku ini, membuat kerajinan dari barang bekas, dll. Pokoknya seru deh, di
jamin. Aku pun berlari cepat untuk mencari ibu, semoga ibu tidak terlalu lama
menungguku ya, kerana aku bercerita tentang mos kepada kalian. Sesampainya di
dapur, ibu pun menyuruhku untuk menyapu teras rumah serta menyirami tanaman.
Dengan
memegang sapu, aku pun langsung menjalankan tugasku. Saat itu, ayah sedang
membaca koran sambil meminum teh hangat. Tak perlu waktu lama untuk meyapu
teras rumah, sekitar tujuh menit kemudian teras pun langsung bersih kinclong.
Ku simpan sapu di pojok tempat duduk dan aku menyalakan ledeng yang sebelumnya
telah di sambungkan ke selang. Ku siram tanaman ini dengan semangat, karena aku
bisa melihat tanaman yang hijau segar, karena aku ini termasuk pecinta tanaman.
Di kebun, ada berbagai macam tanaman, seperti tanaman apotek hidup, gelombang
cinta, bunga mawar, pohon mangga, dan tanaman bonsai. Meriahkan kebun rumahku
ini? Tak heran tetanggaku banyak yang meminta tanaman apotek hidup untuk segala
keperluan. Setelah meyiram tanaman, aku pun menuju dapur untuk menyatakan bahwa
aku selesai menjalankan tugas. Ku percepat langkah kakiku untuk menuju dapur.
Sesampainya di dapur, ibuku langsung mengajakku ke ruang makan, karena ini
sudah waktunya sarapan pagi.
Hari
ini, ibu memasak nasi goreng lengkap dengan telur, keju, wortel, dan mentimun.
Dan juga minumannya ada teh hangat dan air putih.Aku pun mengambil piring dan
mengambil jatah nasi gorengku, dan serbu… Dengan lahap, aku pun menghabiskan
nasi gorengku hingga tidak ada yang tersisa, kemudian meminum segelas air
putih, Alhamdulillah. Selesai makan, aku membantu ibu mencuci piring. Hihihi…
sambil mencuci piring aku bermain air dan busa sabun, untungnya ibu tidak
melihat ulahku ini, coba saja kalau ketahuan pasti aku sudah di marahi
habis-habisan oleh ibu.
“Tifa,
kamu sudah belum mencuci piringnya?” tanya ibuku.
“Sudah
kok bu, memang ada apa?” tanyaku.
“Ibu
dan ayah akan berbelanja kebutuhan bulanan, jaga adikmu ya” balas ibuku.
Aku
pun mengangguk pelan dan kemudian mengeringkan piringnya dengan mengusapkan
piring di sehelai kain. Setelah piringnya kering, aku pun menata piring di
wadah piring. Ku intip adikku, adikku sedang bermain PS di ruang tengah,
mungkin untuk menghilangkan kejenuhan.
Setelah menata piring, aku pun menghampiri
adikku yang sedang berkutat dengan game stick. Ku perhatikan adikku yang sedang
bermain, sesekali aku menyemangari adikku sampai teria-teriak. Waktu pun
berlalu, sudah sekitar tiga jam ayah dan ibu belum sampai di rumah. Aku pun
mulai khawatir dengan ayah dan ibu. Adikku pun sejak tadi melirikku dan
menfhentikan game-nya sebentar.
“Kakak
kenapa?” tanya adikku yang bernama Arkha.
“Kakak
khawatir dengan ayah dan ibu” jawabku cemas.
Dan
setelah bertanya kepadaku, adikku mulai sibuk ber-game ria. Untuk menenagkan
hatiku, aku pun menuju lemari es untuk mengambil air putih dingin. Saay aku
akan mengambil gelas, tanpa sengaja aku memecahkannya. Prangg… bunyi pecahan
kaca terdengar keras. Tiba-riba saja feeling-ku merasa tidak enak terhadap ibu,
ada apa ini sebenarnya?. Arkha langsung datang menghampiriku karena kaget.
Dengan berbaik hati, Arkha pun membantuku membersihkan sisa pecahan kaca gelas.
Kemudian, setelah selesai
membersihkan pecahan kaca, adikku pun berusaha menenangkanku dengan memberikan
sepotong cokelat, katanya sih kalau lagi merasa tidak enak paling pas makan
cokelat. Aku pun menerima cokelat dari adikku dan menyantapnya. Kriing… kriing…
tiba-tiba terdengar suara telepon. Aku pun segera mengangkatnya.
“Assalamualaikum,
ini dengan siapa?” tanyaku.
“Waalaikumsalam,
kami dari kepolisian menyatakan bahwa Ibu Fatimah dan Bapak Yunus mengalami
kecelakaan, apakah benar ini dari keluarga korban?” tanya seseorang.
“Iya,
ini saya anak dari Bapak Yunus dan Ibu Fatimah. Kecelakaan pak?, sekarang orang
tua saya berada di rumah sakit mana?” tanyaku penasaran.
“Saat
ini orang tua adik berada di Rumah Sakit Pertiwi” jawabnya.
“Baiklah
pak, saya akan langsung menyusul” jawabku.
“Terimakasih
atas informasinya, assalamualaikum” ucapku.
“Waalaikumsalam”
jawabnya.
Kliik…
telepon pun ku tutup. Aku sempat syok saat mendengar ayah dan ibu mengalami
kecelakaan, dan kini hanya ada aku dan adikku seorang.
Tercucurlah air mataku ini, aku
merasa sangat terpukul, bingung apa yang harus ku lakukan sekarang?. Aku pun
mengambil tas selempangku dan mengajak adikku untuk pergi menuju Rumah Sakit
Pertiwi. Adikku berkali-kali bertanya kepadaku, tetapi ku hiraukan saja, karena
sekarang yang terpenting adalah menuju rumah sakit. Aku pun segera mencegat
ojek yang kebetulan melintas dan menaikinya. Aku menyuruh tukang ojek itu untuk
menuju Rumah Sakit Pertiwi. Brrm… motor pun berjalan kenceng layaknya kilat. Jarak
dari rumahku menuju Rumah Sakit Pertiwi tidaklah terlalu jauh dari rumahku,
sekitar sepuluh menit kemudian sampailah aku di depan gerbang Rumah Sakit
Pertiwi. Aku pun segera berlari untuk menuju pintu masuk, dam Arkha pun
menurut. Sesampainya di dalam rumah sakit, aku bertanya kepada penjaga untuk
pasien Bapak Yunus dan Ibu Fatimah berada di ruangan apa. Setelah mendapatkan tempatnya,
aku dan Arkha segera mencari ruangan Mawar no 1. Cukup melelahkan juga ya,
menaiki tangga yang benyak sekali, tetapi itu tidak meyulutkan semangatku.
Perjuangaku tidak sia-sia, aku
berhasil menemukan ruangan Mawar no.1. Aku dan Arkha pun menunggu di tempat
duduk yang di sediakan. Tak lama kemudian, datanglah seorang dokter dan
menghampiriku.
“Apakah
benar ini dari keluarga Bapak Yunus dan Ibu Fatimah?” tanya dokter.
“Iya
dok, bagaimana dengan ayah dan ibu saya?” tanyaku.
“Ayahmu
keadaannya membaik, sedangkan ibumu sedang dalam keadaan kritis. Jika ingin
melihat ayah dan ibumu, silakan” ucap dokternya dan langsung pergi
meninggalkanku.
Aku
dan Arkha pun memasuki ruangan. Ku lihat ayah dan ibu sedang terkulai lemas.
Pertama, aku menuju tempat ayahku dan setelah itu meuju ruangan ibuku.
“Ayah,
bagaimana keadaan sekarang ini?” tanyaku kepada ayah sambil menangis
sesenggukan.
“Dengar
ya Tifa, keadaan ayah sudah membaik kok. Bagaimana keadaan ibumu sekarang?”
tanya ayahku pelan.
“Yah,
sekarang keadaan ibu kritis. Kita hanya dapat berdoa kepada Allah SWT” jawabku.
Makin
lama, air mataku makin terkucur deras, dan Arkha pun begitu. Dan sekarang, apa
yang harus ku lakukan?. Di rumah sekarang kosong, tidak ada siapa pun.
Setelah melihat keadaan ayahku, aku dan
Arkha menuju tempat ibu. Ibu masih belum sadar dan keadaannya semakin parah.
Tiba-tiba saja, bunda seperti merintih kesakitan. Aku pun memanggil dokter dan
suster. Dan dengan terpaksa, aku harus keluar dari ruangan tempat ibuku. Aku
pun berdoa, berharap ibu lekas sembuh dan mewarnai hariku kembali. Tak lama
kemudian, dokter pun datang dan menghampiri kami.
“Maaf
sebelumnya, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tetapi, benturan kepala
yang sangat parah terkena benda yang bukup keras. Ibumu telah kembali kepada
sang khalik” ucap dokter.
Aku
dan Arkha menangis sesenggukan, aku tak percaya bahwa ibu telah meninggalkanku
selama-lamanya. Segera aku dan Arkha menuju ruangan ibu dan memeluk ibuku. Ibu, kenapa ibu meninggalkan Tifa, Arkha,
dan Ayah secepat ini. Tifa minta maaf jika selama ini Tifa durhaka kepada ibu.
Adikku Arkha, pun menuju ruangan ayah dan member tahu keadaan ibu, bahwa ibu
telah meninggal dunia. Aku jadi merasa bersalah, karena di hari-hari akhir
ibuku aku tidak bisa membahagiakan, kenapa ibu harus meninggalkanku?. I love
you, mom…
***
Keadaan ayah semakin membaik dan
ibuku telah di semayamkan di pemakaman yang berada di dekat rumahku. Perasaan
sedih masih menyelimuti hatiku, mengingat masa-masa terindah bersama ibu.
Senyumnya yang menawan dan tutur katanya yang ramah kepadaku meski aku sering
bandel kepada ibu. Nafsu makanku berturun dan keadaanku semakin melemah. Ayah
dan Arkha berusaha menghiburku, tetapi gagal total. Beberapa hari setelah
pemakaman ibuku, ada seorang wanita cantik yang selalu menghiburku, ialah Tante
Silva yang merupakan teman almarhumah ibuku. Sering kali Tante Silva memberiku
cup cakes, boneka, novel, mainan, dan aksesoris. Adikku Arkha sangat dekat
sekali dengan Tante Silva. Aku sering mencurahkan isi hatiku kepadaku Tante
Silva tentang ibu. Dam juga sering kali Tante Silva memasakan makanan yang
lezat bahkan sampai menginap di rumahku. Pokonya, aku jadi bersemangat
menjalani hidupku tanpa kehadiran seorang ibu.
***
Suatu hari, ayahku mengatakan akan
ada kehadiran seorang ibu. Aku dan Arkha bertanya, siapakah ibuku tersebut?.
Dan ayah menjawab bahwa calon ibu baruku adalah TANTE SILVA. Aku sampat
terlonjak kaget, mana mungkin Tante Silva menjadi ibuku. Tidak ada yan bisa
menggantikan posisi ibuku mesli ayah mengototku. Aku langsung meninggalkan
ayahdan Arkha menuju kamar untuk mengurungkan diriku. Ayah pun menyusulku
menuju kamar dan berusaha merayuku untuk membuka kamarku. Dan aku pun berkata.
“Tidak
ada yang bisa menggantikan posisi ibu, siapapun” teriakku.
Ayahku
berusaha menerangkan hal yang sebenarnya, dan aku mendiamkan ayahku. Aku pun
menangis di bawah foto ibuku, ibu apakah aku harus rela bahwa akan hadir ibu
baru di rumah ini?. Tidak… no way… Karena kesal ku lempar hadiah pemberian dari
Tante Silva. Kenapa Tante Silva menyembunyikan masalah ini?. Tante Silva tega
meilhatku menderita layaknya Buckbeak si Hippogrif Hagrid yang itu tuh ada di
Harry Potter. Ayahku pun menyerah dan pergi meninggalkanku.
Sekitar lima belas menit kemudian,
datanglah Tante Silva tepat di depan pintu kamarku. Dan aku seperti mendengar
suara tangisan Tante Silva, enggak mungkin Tante Silva menangis, cuma
akal-akalannya?. Dan Tante Silva pun akhirnya angkat bicara.
“Tante
tahu, selama ini tante telah menyembunyikan hal ini kepadamu Tifa. Tante
meminta maaf kepadamu karena tante ini salah. Dan ini semua karena wasiat ibumu
sebelum meninggal, dan tante pun menurut, tante sayang kamu Tifa” ucap Tante
Silva.
Dan
aku pun mulai memberanikan diri membuka pintu kamar. Tante Silva pun langsung
memelukku dengan hangat dan tentu ku balas pelukannya juga. Ayah dan Arkha pun
tersenyum bahahia.
“Maafkan
Tifa tante. Tifa telah memfitnag tante tanpa melihat hal yang sebenarnya, Rifa
juga sayang tante” ucapku dengan tulus.
Dan
hari ini merupakan hari yang mengharukan bagiku dan Tante Silva. Aku pun
merestui hubungan ayah dan Tante Silva untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Dan ini merupakan hari yang membahagiakan dalam hidupku.
0 komentar:
Posting Komentar